Otonomi Daerah 1

     A.   Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom guna untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat daerah tersebut yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, kata otonomi daerah berasal dari otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, kata otonomi berasal dari autos dan namos. Autos yang memiliki arti "sendiri" serta Namos yang berarti "aturan" atau "undang - undang". Sehingga otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan guna untuk membuat aturan untuk mengurus daerahnya sendiri. Sedangkan daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum dan mempunyai batas-batas wilayah. Pelaksanaan otonomi daerah selain memiliki landasan pada acuan hukum, juga sebagai suatu implementasi tuntutan globalisasi yang diberdayakan dengan cara memberikan daerah tersebut kewenangan yang luas, nyata dan memiliki tanggung jawab, terutam dalam hal mengatur, memanfaatkan, serta menggali berbagai sumber-sumber potensi yang terdapat di daerahnya masing-masing.
  • Menurut UU No. 32 Tahun 2004: Pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
  • Menurut Kamus Hukum dan Glosarium Otonomi Daerah: Pengertian otonomi daerah adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
  • Menurut Encyclopedia of Social SciencePengertian otonomi daerah adalah hak sebuah organisasi sosial untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan aktualnya.
  • Menurut Pendapat Para Ahli: Pengertian otonomi daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI. 
  • Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


     B.   Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah
  1. Undang Undang Dasar Tahun 1945 Amandemen ke-2 yang terdiri dari: Pasal 18 Ayat 1 - 7, Pasal 18A ayat 1 dan 2 dan Pasal 18B ayat 1 dan 2.
  2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
  3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 mengenai Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
  4. Undang Undang No. 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah.
  5. Undang Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pusat.

     C.    Tujuan Otonomi Daerah
  1.        Untuk meningkatkan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
  2.        Keadilan Nasional.
  3.        Pemerataan wilayah daerah.
  4.        Mendorong pemberdayaan masyarakat.
  5.     Menjaga hubungan baik antara pusat dengan daerah, antar pusat, serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
  6.        Untuk mengembangkan kehidupan yang demokrasi.
  7.        Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam menumbuhkan prakarsa dan kreativitas.
  8.        Untuk mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 

Secara konseptual, tujuan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yaitu tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi.
1. Tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan DPRD.
2. Tujuan administratif dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dengan daerah, termasuk pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah, serta sumber keuangan.
3. Tujuan ekonomi dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu terwujudnya peningkatan indeks pembangunan manusia sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Adapun tujuan otonomi daerah menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yaitu:
        1. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah kekuasaannya.
        2. Untuk meningkatkan Pelayanan umum di daerah kekuasaaannya.
        3. Untuk meningkatkan daya saing daerah.

     D.   Prinsip Otonomi Daerah

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, prinsip otonomi yang nyata, dan berprinsip otonomi yang bertanggung jawab. Jadi, kewenangan otonomi yang diberikan terhadap daerah adalah kewenangan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Berikut prinsip-prinsip otonomi daerah:
  • Prinsip otonomi seluas-luasnya, artinya daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan terhadap bidang politik luar negeri, keamanan, moneter, agamar, peradilan, dan keamanan. serta fiskal nasional. 
  • Prinsip otonomi nyata, artinya daerah diberikan kewenangan untuk menangani urusan pemerintahan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. 
  • Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

     E.    Asas Otonomi Daerah

Pedoman pemerintahan diatur Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Penyelenggaraan pemerintahan yang berpedoman pada asas umum dalam penyelenggaraan negara yang terdiri sebagai berikut: 
      1.     Asas kepastian hukum 
Asas yang lebih mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam kebijakan penyelenggara negara.
      2.     Asas tertib penyelenggara
Asas yang menjadi landasan keteraturan, keseimbangan, serta keserasian dalam pengendalian penyelenggara negara.
      3.     Asas kepentingan umum
Asas yang lebih mengutamakan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, serta selektif.
      4.     Asas keterbukaan
Asas yang membuka diri terhadap hak-hak masyarakat guna memperoleh berbagai informasi yang benar, nyata, jujur, serta tidak diskriminatif mengenai penyelenggara negara dan masih tetap memperhatikan perlindungan hak asasi pribadi, golongan, serta rahasia negara.
      5.     Asas proporsionalitas
Asas yang lebih mementingkan keseimbangan hak dan kewajiban
      6.     Asas profesionalitas 
Asas yang lebih mengutamakan keadilan berlandaskan kode etik serta berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang masih berlaku.
      7.     Asas akuntabilitas
Asas yang menentukan setiap kegiatan serta hasil akhir dari suatu kegiatan penyelenggara negara harus dapat untuk dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang tertinggi negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
      8.     Asas efisiensi dan efektifitas
Asas yang dapat menjamin terselenggaranya kepada masyarakat menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal serta bertanggung jawab. 

Penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan 3 asas sebagai berikut: 
  1. Asas desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah dan kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Asas dekosentrasi yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur yang dijadikan sebagai wakil pemerintah atau perangkat pusat daerah.
  3. Asas tugas pembantuan yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah serta desa dan dari daerah ke desa guna melaksanakan berbagai tugas tertentu yang disertai dengan pembiayaan, sarana, serta prasarana dan sumber daya manusia dengan kewajiban dalam melaporkan pelaksanaannya dan dapat mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan tugas tersebut.

      F.     Implementasi/Keberhasilan Otonomi Daerah

Implementasi otonomi daerah bagi daerah tingkat 1 dan tingkat 2, seiring dengan pelimpahan wewenang pemerintah pusat dapat dikelompokkan dalam lima bidang yaitu implementasi dalam pembinaan wilayah, pembinaan sumber daya manusia, penanggulangan dan percepatan penurunan kemiskinan, penataan hubungan fungsional antara DPRD dan pemerintah daerah, serta peningkatan koordinasi atau kerja sama tim (team work).

                1.     Implementasi Otonomi Daerah dalam Pembinaan Wilayah

Pembinaan wilayah dapat diartikan bagaiman mengelola dan mengerahkan segala potensi wilayah suatu daerah untuk di dayagunakan secara terpadu guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Potensi wilayah termasuk segala potensi sumber daya yang mencakup potensi kependudukan, sosial ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan. Pola pembinaan wilayah dilaksanakan dengan mendelegasikan tugas-tugas pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah. Pada prinsipnya pembinaan wilayah diserahkan kepada daerah unuk mengelola sumber daya yang potensial untuk kesejahteraan daerah, dan dalam negara kesatuan, tugas pemerintah pusat melakukan pengawasan.
Bentuk pengawasan dalam otonomi daerah adalah seluruh rancangan kegiatan dan anggaran daerah tingkat II dibuat kepala daerah dan DPRD II, serta diperiksa oleh gubernur. Untuk rencana kegiatan dan anggaran tingkat I, dibuat gubernur dan DPRD I, dan diperiksa oleh menteri dalam negeri atas nama pemerintah pusat. Tugas dan fungsi pembinaan wilayah meliputi prinsip pemerintahan umum, yaitu penyelenggaraan pemerintahan pusat di daerah, memfasilitasi dan mengakomodasi kebijakan daerah, menjaga keselarasan pemerintah pusat dan daerah, menciptakan ketenteraman dan ketertiban umum, menjaga tertibnya hubungan lintas batas dan kepastian batas wilayah, menyelenggarakan kewenangan daerah, dan menjalankan kewenangan lain. Pejabat pembina wilayah dilaksankan oleh kepala daerah yang menjalankan dua macam urusan pemerintahan, yaitu urusan daerah dan urusan pemerintahan umum.

                2.     Implementasi Otonomi Daerah dalam Pembinaan Sumber Daya Manusia

Pelaksaan otonomi daerah memberikan wewenang pembinaan sumber daya manusia kepada daerah. Hal ini tugas berat bagi daerah, karena SDM pada umumnya mempunyai tingkat kompetensi, sikap, dan tingkah laku yang tidak maksimal. Dalam era otonomi, daerah harus mempersiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan dan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Pemerintah membutuhkan PNS yang tanggap, responsip, kreatif, dan bekerja secara efektif. Untuk menunjang kinerja daerah dalam rangka kerja sama antar daerah dan pusat, pemda membutuhkan SDM yang mempunyai kemampuan mengembangkan jaringan dan kerja sam tim, dan mempunyai kualitas kerja yang tinggi. Untuk pembinaan SDM, pemda diharapkan:
(1) membuat struktur organisasi yang terbuka,
(2) menyediakan media untuk PNS berkreatif dan membuat terobosan baru,
(3) mendorong PNS berani mengambil resiko,
(4) memberikan penghargaan bagi yang berhasil,
(5) mengembangkan pola komunikasi yang efektif antar PNS,
(6) membangu suasana kerja di PNS yang inovatif,
(7) mengurangi hambatan birokrasi,
(8) mencegah tindakan intervensi yang mengganggu proses kerja profesional; dan
(9) mendelegasikan tanggung jawab dengan baik.

Memperbaiki cara kerja birokrasi dengan cara memberikan teladan, membuat perencanaan, melaksanakan kerja denga pengawasan yang memadai, menentukan prioritas, memecahkan masalah dengan inoivatif, melakukan komunikasi lisan dan tulisan, melakukan hubungan antar pribadi, dan memperhatikan waktu kehadiran dan kretaivitas. Mengurangi penyimpangan pelayanan birokrasi. Pelayanan pemerintah sering kali banyak mengalami penyimpangan yang disebabkan sistem birokrasi, atau keinginan menambah penghasilan dari pegawai. Pemda harus melakukan perbaikan dengan: menegakan disiplin pegawai dengan memberikan penghargaan dan sanksi, memberikan pelayanan yang berorientasi pelanggan, menetapkan tanggung jawab dengan jelas, dan mengembangkan budaya birokrasi yang bersih, serta memberikan pelayanan cepat dan tepat dengan biaya murah.

                 3.     Implementasi Otonomi Daerah dalam Penanggulangan Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah penting bagi pemerintah daerah. Otonomi memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumber daya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayahnya. Pengentasan kemiskinan menjadi tugas penting dari UU nomor 25 tahun 1999, dimana pemda mempunyai wewenang luas, dan didukung dana yang cukup dari APBD. Pengentasan kemiskinan menggunakan prinsip: penegmbangan SDM dengan memberdayakan peranan wanita, membrdayakan dan memprmudah akses keluarga miski utuk berusaha, dengan mendekatkan pada modal dan pemasaran produknya, menanggulangi bencana, dan membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat miskin.
Program penanggulangan kemiskinan harus dilakukan berdasarka karakter penduduk dan wilayah, dengan melakukan koordinasi antar-instansi yang terkait. Pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan harus mengedepankan peran masyarakat dan sektor swasta, dengan melakukan ivestasi yang dapat menyerap tenaga kerja dan pasar bagi penduduk miskin. Membangun paradigma baru tentang peranan pemda, yaitu dari pelaksana menjadi fasilitor, memberikan interuksi menjadi melayani, mengatur menjadi memberdayakan masyarakat, bekerja memenuhi aturan menjadi bekerja untuk mencapai misi pembangunan. Dalam pemberdayan masyarakat, peranan pemda adalah memberikan legitimasi kepada LSM dan masyarakat penerima bantuan, menjadi penengah apabila terjadi konflik, mendorong peningkatan kemampuan keluarga miskin, turut mengendalikan pembangunan fisik, dan memberikan sosialisasi gerakan terpadu pengentasan kemiskinan.
Pemda dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dapat mengambil kebijakan keluarga, yaitu mendata dengan benar karakter keluarga miskin, mengidentifikasi tipe dan pola keluarga miskin, melakukan intervensi kebijakan, yang meliputi kebijakan penyediaan sumber daya melalui pendidikan dan pelatihan, menyediakan program yang mendorong kesempatan kerja, dan menyediakan program untuk membangun lingkungan fisik masyarakat miskin, seperti prasarana jalan, jembatan, perumahan, listrik dan air bersih, dan pada tahap akhir pemda melakukan evaluasi efektivitas dari pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.

                4.     Implementasi Otonomi Daerah dalam Hubungan Fungsional Eksekutif dan Legislatif

Hubungan eksekutif (pemda) dan legislatif (DPRD) dalam era otonomi mencuat dengan munculnya ketidakharmonisan antara pemda dan DPRD. Ketidakharmonisan dipicu oleh interprestasi dari UU nomor 22 tahun 1999, yang menyatakan peran legislatif lebih dominan dibandingkan peran pemda, dan hal ini bertentangan dengan kondisi sebelumnya, dimana pemda lebih dominan daripada DPRD. Ketidakharmonisan harus dipecahkan dengan semangat otonomi, yaitu pemberian wewenang kepada daerah untuk mengatur daerahnya dalam menjawab permasalahan rakyat, yang meliputi administrasi pemrintahan, pembangunan, dan pelayanan publik.
Kepala daerah mempunyai wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan DPRD, bertanggung jawab kepada DPRD, dan menyampaikan laporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah kepada presiden melalui mendagri, minimal satu tahun sekali melalui gubernur. DPRD dalam era otonomi mempunyai wewenang dan tugas: memilih gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati atau walikota/ wakil walikota, membentuk peraturan daerah, menetapkan anggaran pendapatan belanja daerah, melaksankan pengawasan. Memberikan saran pertimbangan terhadap perjanjian internasional menyangkut kepentingan daerah, serta menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat.
Kepala daerah dan DPRD dalam melakukan tugasnya dapat melakukan komunikasi yang intensuf, baik untuk tukar menukar informasi, dan pengembangan regulasi maupun klarifikasi suatu masalah. Prinsip kerja dalam hubungan antara DPRD dengan kepala daerah adalah: proses pembuatan kebijakan transparan, pelaksanaan kerja melalui mekanisme akuntabilitas, bekerja berdasarkan susduk, yang mencakup kebijakan, prosedur dan tata kerja, menjalankan prinsip kompromi, dan menjunjung tinggi etika.

                   5.     Implikasi Otonomi Daerah dalam Membangun Kerja Sama Tim

Koordinasi merupakan maslah yang serius dalam pemerintah daerah. Sering bongkar dan pasang sarana dan prasarana seperti PAM, PLN, dan Telkom menunjukan lemahnya koordinasi selama ini. Dalam rangka otonomi, di mana pemda mempunyai wewenang mengatur enam bidang selain yang diatur pusat, maka pemda dapat mengatur sektir riil seperti transportasi, sarana/prasarana, pertanian, dan usaha kecil, serta wewenang lain yang ditentukan undang-undang.
Lemahnya koordinasi dalam otonomi daerah telah menimbulkan dampak negatif, di antaranya: inefisiensi organisasi dan pemborosan uang, tenaga dan alat, lemahnya kepemimpinan koordinasi yang menyebabkan keputusan tertunda-tunda, tidak tepat dan terjadi kesalahan, serta tidak terjadi integrasi dan sinkronisasi pembangunan.
Penyebab kurangnya koordinasi dalam era otonomi daerah di pemda antara lain karena sesama instansi belum mempunyai visi yang sama, tidak adanya rencana pembangunan jangka panjang yang menyebabkan arah kebijakan tidak strategis, rendahnya kemauan kerja sama, gaya kepemimpinan yang masih komando, rendahnya keterampilan, integritas dan kepercayaan diri.
Dalam rangka meningkatkan koordinasi, maka pemerintah daerah harus menciptakan kerja sama tim. Kerja tim dilaksanakan dengan:
1. Pelatihan kepada PNS pemda untuk menumbuhkan komitmen, integritas, kejujuran, rasa hormat dan percaya diri, peduli terhadap pemerintah daerah, mempunyai kemauan dan tanggung jawab, matang secara emosi, dan mempunyai kompetensi,
2.     mengembangkan visi dan misi pemerintahan daerah yang menjadi acuan kerja,
3.     membuat sistem kerja yang baik, yaitu adanya kejelasan tugas pokok, fungsi dan akuntabilitas pekerjaan, dan
4.     membangun suasana dialogis antar pimpinan dan staf pemda.

Terkait dengan implementasi otonomi daerah, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan otonomi daerah, yaitu meningkatkan kualitas SDM yang dapat dilakukan melalui:
1. Pelaksanaan seleksi PNS yang jelas, ketat, yang baik, serta berdasarkan pekerjaan dan spesifikasi lowongan pekerjaan.
2. Peningkatan kompetensi, keterampilan, dan sikap melalui pelatihan dan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah, serta mengevaluasi keefektifan program pendidikan dan pelatihan.
3. Penempatan PNS berdasarkan kompetensi, minat, dan bakat, serta kebutuhan pemerintah daerah.
4. Pengembangan SDM yang kreatif, inovatif, fleksibel, profesional, dan sinergis di pemda.
5. Menindaklanjuti ketentuan undang-undang tentang otonomi dengan peraturan daerah yang terkait dengan kelembagaan, kewenangan, tanggung jawab, pembiayaan, SDM, dan sarana penunjang terhadap penugasan wewenang yang dilimpahkan pemerintah pusat.
6. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam.
7. Mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif, objektif, rasional, dan modern.

REFERENSI:

Comments

Popular Posts