Konservasi Gereja Katedral Jakarta

Berdasarkan Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
  1. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A
  2. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B
  3. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C

Kriteria Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan A
  1. Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
  2. Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
  3. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
  4. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya
  5. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

Kriteria Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan B
  1. Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
  2. Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
  3. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
  4. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

Kriteria Pemugaran Bangunan Cagar Budaya Golongan C

  1. Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
  2. Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
  3. Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
  4. Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana Kota

Konservasi Gereja Katedral Jakarta

Gambar 1. Gereja Katedral Jakarta
Sumber: Wikipedia.com

Gereja Katedral (Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga, De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming) merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang ada di Jakarta. Sebelum diresmikan sebagai bangunan cagar budaya, Gereja Katedral mempunya sejarah yang Panjang dalam pembangunannya. Pembangunan Gereja Katedral dimulai ketika Paus Pius VII mengangkat pastor Nelissen sebagai prefek apostik Hindia Belanda pada tahun 1807. Saat itu merupakan permualaan penyebaran misi dan pembangunan gereja katolik di kawasan nusantara, termasuk di Jakarta. Gedung gereja ini diresmikan pada tahun 1901 dan dan dibangun dengan arsitektur neo-gothic, yaitu arsitektur yang lazim digunakan untuk membangun gedung gereja beberapa abad yang lalu di Eropa.

SEJARAH PEMBANGUNAN
Tahun 1808, pastor Nelissen bersama pastor Prinsen tiba di Batavia via Pelabuhan Pasar Ikan. Kemudian mereka bertemu dengan Dokter FCH Assmus untuk membicarakan pendirian gereja katolik di Batavia. Di tahun yang sama, Pastor Nelissen mendapat pinjaman sebuah rumah bambu yang berlokasi di pojok barat daya Buffelvelt(sekarang menjadi gedung departemen agama) untuk digunakan sebagai gereja, dan menggunakan rumah tinggal perwira sebagai rumah pastoral. Semua bangunan tersebut dipinjamkan dari pemerintah. Setahun kemudian, umat Katolik mendapat hibah sebidang tanah yang berlokasi di sebelah barat laut Lapangan Banteng dekat pintu air sebagai pengganti rumah bambu. Namun karena ketiadaan dana, pembangunan gereja yang sudah dicanangkan urung dilaksanakan. 

Pihak gereja pun memohon kepada pemerintah Batavia untuk memberikan sebuah bangunan kecil yang berlokasi di jalan Kenanga di kawasan Senen untuk dijadikan gereja Katolik. Bangunan tersebut milik Gubernemen yang sudah dibangun sejak 1770 oleh Cornelis Casteleijn di bawah pengawasan Gurbernur Van Der Parra. Bangunan Gubernemen yang mempunyai luas sekitar 8x23 m2ini juga sempat menjadi gereja bagi umat Protestan berbahasa Melayu dan Belanda di Batavia. Setelah dilakukan renovasi di berbagai bagiannya, bangunan ini kemudian dijadikan gereja Katolik dan mampu menampung hingga 200 jemaat. Pastor Nelissen sendiri yang kemudian memberkati bangunan gereja tersebut, dengan Santo Ludovikus sebagai pelindungya. 

Berdirinya gereja katolik ini tidak berlangsung lama, pada 1826 terjadi kebakaran hebat yang menghanguskan banyak bangunan di kawasan Senen. Bangunan pastoral ikut menjadi korban, namun bangunan gereja tidak ikut terbakar meski mengalami kerusakan di beberapa bagiannya. Pasca kebakaran, bangunan gereja yang rusak tidak direnovasi, mengingat tanah tersebut bukanlah tanah milik gereja. Setelah tragedi yang memilukan tersebut, umat Katolik akhirnya memperoleh tempat yang baru untuk dijadikan gereja. Tempat beberapa persetujuan. Isi persetujuan tersebut atara lain, pihak gereja diberikan bangunan beserta tanahnya dengan membayar 20 ribu gulden. Kemudian pihak gereja berhak memperoleh 10 ribu gulden untuk perbaikan gereja. Selain itu, pihak gereja juga diberi pinjaman uang senilai 8 gulden yang harus dilunasi dalam jangka waktu setahun. 

Pada 1890 bangunan Gereja Katedral sempat ambruk, kejadian tersebut terjadi tiga hari setelah gereja merayakan paskah. Satu tahun setelah itu, bangunan gereja direnovasi dalam dua tahap, dan selesai pengerjaannya dalam kurun waktu 10 tahun setelah sempat terhambat pembangunannya. Kini, bangunan gereja yang berlokasi di Jalan Katedral, Pasar Baru Sawah Besar, Jakarta Pusat, ini sejak 1993 dinaikkan statusnya menjadi bangunan cagar budaya yang dilindungi pemerintah.tersebut adalah rumah dinas para gurbernur jenderal yang telah kosong. Atas perantara Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignies, umat Katolik diberi bangunan beserta tanahnya seluas 34x15 m2.

Secara umum bangunan Gereja Katedral berciri Eropa dengan gaya neo gotik. Dibangun oleh arsitek bernama Ir. MJ Hulswit, bangunan Gereja Katedral dilengkapi daun pintu yang menjulang tinggi dan banyak jendela. Jendela-jendela tersebut dihiasi dengan lukisan yang menjelaskan tentang peristiwa jalan salib yang pernah dialami oleh Yesus Kristus. Tepat di bawah lukisan tersebut, di bagian kanan dan kiri gereja terdapat bilik-bilik yang digunakan sebagai tempat untuk pengakuan dosa. Sementara di bagian depan terdapat altar suci pemberian dari Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignies. Meski sudah berumur tua, meja altar tersebut masih digunakan sebagai altar utama dalam berbagai misa. Gereja Katedral merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang patut dijaga dan dilestarikan. Di dalamnya terdapat perpustakaan dan museum yang menjelaskan sejarah penyebaran ajaran Katolik di tanah Jakarta. Selain itu, lokasi Gereja Katedral yang berseberangan dengan Masjid Istiqlal menandakan sejak dahulu manusia Indonesia telah hidup dalam rasa toleransi dan kebersamaan yang sangat tinggi.

LANGGAM BANGUNAN
Arsitektur gereja katedral dibuat dengan gaya neo-gothic. Denah pada bangunan berbentuk salib dengan panjang 60 meter dan lebar 20 meter. Pada kedua belah terdapat balkon selebar 5 meter dengan ketinggian 7 meter. 

Gambar 2. Blockplan Gereja Katedral Jakarta
Sumber: Google Maps

Menyesuaikan dengan langgam arsitektur neo-gothic, Gereja Katedral merupakan jenis gereja salib yaitu ruangannya berbentuk salib. Ruang altar menempati bagian atas batang salibnya. Arah bangunan dari segi panjang diletakkan pada sumbu timur-barat yang mengurangi terik Matahari langsung.

Gambar 3. Potongan Gereja Katedral Jakarta
Sumber: architecturesworldea77.wordpress.com

Bentuk atap yang tinggi menjadi salah satu ciri arsitektur neo-gotik, dimana gaya arsitektur ini sebenarnya dimaksudkan untuk mewujudkan efek dramatis ke-Agungan Tuhan bagi umat yang sedang berdoa didalam gereja. Gaya arsitektur ini juga lebih mementingkan ketinggian bangunan dibandingkan dengan lebarnya dehingga terkadang bangunan ini terlihat tidak seimbang dan terlihat terlalu kurus serta kaku. Pada Katedral Jakarta, jumlah bukaan cenderung sedikit dikarenakan iklim di Jakarta cenderung panas. Untuk mengatasi respon, perancang berusaha untuk menahan sirkulasi udara panas yang berlebihan masuk ke dalam bangunan dengan meminimalisir penggunaan bukaan. 

Gambar 4. Altar Gereja Katedral Jakarta
Sumber: Handi Abdul Aziz

Ciri-ciri lain arsitektur neo-gotik adalah bentuk langit-langitnya. Meskipun bentuknya tidak berbeda jauh dengan langgam gotik. Langit-langit pada bangunan ini tidak dipasangi plafon, dengan tujuan untuk memberikan kesan megah dan luas ke arah atas. Mengibaratkan kedudukan Tuhan dengan umat manusia. Rangka langit-langit disusun sedemikian sehingga berunjung ditengah dan membentuk setengah lingkaran yang ujung atasnya dibuat lebih lancip. Bentuk ini diibaratkan seperti bentuk busur yang disebut pointed arch.Fungsi dari rangka-rangka yang berbentuk busur ini sebenarnya adalah untuk menahan beban yang terlalu besar karena efek vertikalisme bangunan ini sendiri.

Gambar 5. Langit-langit Gereja Katedral Jakarta
Sumber: architecturesworldea77.wordpress.com

Jendela pada banggunan menggunakan kaca patri yang berwarna-warni untuk menimbulkan efek dramatis. Penggunaan kaca patri berwarna dimaksudkan agar warna-warna tersebut dapat menyerap panas dari luar dengan baik sehingga yang diteruskan kedalam bangunan hanyalah cahayanya saja. Selain itu, kaca-kaca tersebut juga mendorong efek dramatis dari luar ke dalam gereja sehingga jika terkena pantulan cahaya, maka jendela tersebut akan menghasilkan efek kemegahan dan kemewahan bagi yang melihatnya.

Gambar 6. Jendela Kaca Gereja Katedral Jakarta
Sumber: architecturesworldea77.wordpress.com

TINDAKAN PELESTARIAN
Pada 13 Agustus 1988, purnakarya pemugaran gereja Katedral diresmikan oleh Bapak Soepardjo Roestam yang pada saat itu beliau menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat R.I hadir mewakili Presiden Soeharto. 

Gambar 7. Bagian Gereja Katedral Jakarta yang di konservasi
Sumber: architecturesworldea77.wordpress.com

Pada tahun 2002 juga sempat dilakukan pembersihan dan pengecatan ulang pada dinding luar gedung gereja Katedral karena lumut banyak tumbuh merambat di dinding.

Gambar 8. Menara Gereja Katedral Jakarta yang di konservasi
Sumber: architecturesworldea77.wordpress.com

Tiga menara Gereja Katedral Jakarta menjalani konservasi, berupa perbaikan dan pengecatan ulang. Kegiatan ini mulai dilaksanakan pada 3 Mei 2017 dan memakan waktu lima bulan lamanya. Terdiri dari Menara Benteng Daud, Menara Gading, dan Menara Malaikat Tuhan. Gereja Katedral Jakarta ini termasuk kedalam pemugaran bangunan cagar budaya golongan A.

Gambar 9. Proses Konservasi Gereja Katedral Jakarta
Sumber: architecturesworldea77.wordpress.com


SUMBER:
https://winnerfirmansyah.wordpress.com/category/konservasi-arsitektur/
https://architecturesworldea77.wordpress.com/2017/07/25/konservasi-gereja-katolik-st-maria-pelindung-diangkat-ke-surga-katedral-jakarta/
http://handiabdulaziz.blogspot.com/2018/06/konservasi-arsitektur-gereja-katedral.html

Comments

Popular Posts